UPAYA MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS
MELALUI TEKNIK KWL DAN PERMAINAN
BAHASA
Oleh : Jafrizal *)
Abstrak. Hasil
observasi di beberapa SLTP di Bayang ditemukan bahwa banyak siswa SLTP yang
mengalami kesulitan dalam pembelajaran berbicara bahasa Inggris. Untuk itu
perlu digunakan strategi baru agar dapat meningkatkan kemampuan berbicara
mereka, yaitu dengan menggunakan teknik KWL dan permainan bahasa. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan teknik KWL dan permainan bahasa
dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.
Penelitian
ini diadakan pada gugus SLTP 2 Bayang Kelas 3 semester I Tahun Ajaran 2002-2003
yang terdiri dan 6 sekolah, waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan dengan
3 siklus. Siklus I siswa melengkapi tabel kolom (K) dan kolom (W) dengan
pengalaman yang berhubungan dengan topik dan materi yang mereka ingin ketahui.
Berikutnya siswa mengemukakan hasil atau kesimpulan dari materi yang mereka
pelajari dan ditulis pada kolom (L). Di setiap akhir pertemuan, siswa melakukan
permainan bahasa sesuai dengan topik bahasan. Siklus II siswa menjawab
pertanyaan sesuai panduan guru peneliti. Siklus III sebelum pembelajaran semua
siswa diberi tugas belajar di rumah tentang topik bahasan yang akan diajarkan
berikutnya.
Hasil
penelitian menunjukkan ada peningkatan siswa yang aktif berbicara pada sikius I
sekitar 10%, sikius II 15% dan sikius III sebanyak 20,8%. Hal ini juga terlihat
pada ulangan harian siswa,yang diajar dengan menggunakan teknik KWL dan
permainan bahasa lebih baik, dan persentase ketuntasan belajar pun lebih tinggi
dibanding dengan yang tidak menggunakan teknik KWL.
PENDAHULUAN
Pelajaran
bahasa Inggris di SLTP berfungsi sebagai alat pengembangan diri siswa dalam
bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Setelah menamatkan studi, mereka
diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang cerdas, terampil
dan berkepribadian serta siap berperan dalam pembangunan nasional (GBPP 1994).
Pengajaran
bahas Inggris di SLTP meliputi keempat keterampilan berbahasa yaitu: membaca,
menyimak, berbicara dan menulis. Semua itu didukung oleh unsur-unsur bahasa
lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan Pronunciation sesuai
dengan tema sebagai alat pencapai tujuan.
Dari
ke empat keterampilan berbahasa di atas, pembelajaran keterampilan berbicara
ternyata kurang dapat berjalan sebagaimana mestinya. Siswa belum mampu
berkomunikasi walaupun dalam bahasa Inggris yang sangat sederhana. Di lain
pihak, kurikulum SLTP 1994 mengisyaratkan bahwa siswa yang telah menamatkan
jenjang pendidikan setingkat SLTP harus
mampu menyampaikan ide, pendapat, ataupun tanggapan terhadap suatu masalah
dalam bahasa Inggris yang sederhana.
Siswa
kelas III di lingkungan gugus SLTPN 2 Bayang misalnya, setelah belajar bahasa
Inggris selama dua tahun
belum mampu juga menggunakan bahasa Inggris dalam
berkomunikasi sekalipun dalam bentuk yang sederhana. Bahkan yang lebih tragis
lagi, belakangan ini timbul kecenderungan bagi siswa untuk membenci
pelajaran bahasa Inggris karena mereka menganggap bahwa pelajaran bahasa
Inggris suatu yang membosankan dan menakutkan.
Salah
satu usaha untuk menanggulangi masalah ini, guru-guru di gugus SLTPN 2 Bayang
sepakat melakukan Penelitian Tindakan Kelas yang kali ini dilakukan pada murid
kelas 3, dengan judul "Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa
Inggris Siswa Kelas III di SLTPN 2 Bayang Melalui Teknik KWL dan Permainan
Bahasa".
Penelitian
ini bertujuan agar siswa dapat mampu menggunakan bahasa Inggris untuk hal-hal
yang sederhana, seperti:
1.
Bertanya,
2.
Menjawab pertanyaan, baik yang diajukan oleh
guru maupun oleh teman-teman sekelas,
3.
Tidak merasa malu berbicara dalam bahasa
Inggris.
Keterampilan
berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan
kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun
dengan jarak jauh. Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara
merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk
mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Sedangkan,
Wilkin dalam Maulida (2001) menyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa Inggris
dewasa ini adalah untuk berbicara. Lebih jauh lagi Wilkin dalam Oktarina (2002)
menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun
kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk
menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang
berbeda.
Suatu
hal yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa secara spontan, yaitu
dengan menggali pengetahuan siswa tentang tema yang diajarkan. Teknik KWL dapat
digunakan untuk tujuan tersebut. KWL adalah singkatan dari Know (yang
diketahui), What to Know (yang ingin di ketahui), dan Learned
(yang di peroleh). Ogle (1989) menyatakan bahwa format KWL adalah suatu cara
yang tepat untuk membantu siswa berpartisipasi aktif dalam berbicara tentang
apa yang sedang mereka pelajari dalam ruang lingkup tema. Setiap mengajar, guru
membagikan kertas dengan format KWL atau menuliskannya di papan tulis, seperti
Tabel 1 .
TABEL 1
K
(Know)
|
W (What to know)
|
L
(Learning)
|
|
|
|
Dalam
proses pembelajaran, guru memberikan sebuah topik, kemudian ditanyakan secara
oral kepada siswa apa yang mereka ketahui tentang topik yang diberikan. Semua
jawaban siswa dituliskan pada kolom K. Pertanyaan selanjutnya yaitu apa yang
ingin mereka pelajari tentang topic dan semua jawaban siswa ditulis pada kolom
W. Kemudian siswa diminta membaca materi yang dimaksudkan untuk hari itu.
Kemudian guru menggali tentang apa yang telah mereka pelajari dan menuliskannya
pada kolom L.
Metode
pengajaran melalui teknik KWL akan lebih etektif dan suasana belajar akan lebih
menyenangkan apabila diikuti dengan permainan bahasa. Permainan bahasa ini
harus sesuai dengan ruang lingkup tema dan level siswa. Wright dan Backy (1984)
mengatakan bahwa permainan bahasa bisa membantu dan memotivasi siswa serta
melibatkan mereka dalam berbicara dan bekerja. Permainan bahasa diyakini dapat
menimbulkan situasi dimana bahasa itu berguna dan berarti. Permainan bahasa
yang dapat digunakan disini diantaranya ro/e p/a/, word guessing, chaind
words, dan lain-lain.
Berdasarkan
uraian di atas, hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan teknik KWL dan permainan bahasa diduga dapat meningkatkan kemampuan
berbicara.
METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian
ini diadakan di kelas 3 gugus SLTP 2 Bayang, yang terdiri dari 6 SLTP,
yakni: SLTPN 1 dan 2 Bayang, SLTPN 3 dan 4 Tarusan, SLTPN 1 dan 2 Painan.
Siswa
kelas 3 digunakan sebagai tempat penelitian diasumsikan bahwa mereka telah
memiliki dasar yang cukup untuk mampu berbicara dalam bahasa Inggris yang
sederhana.
Penelitian
ini berlangsung selama 2 bulan, dimulai pada awal bulan Agustus 2002 dan
berakhir pada akhir September 2002. Pelaksanaan penelitian dibagi ke dalam 3
siklus. Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian, SLTP 2 Bayang dijadikan
sebagai pusat gugus karena berada di tengah-tengah SLTP yang tengah melakukan
penelitian.
Siklus Penelitian
Seperti
telah dikemukakan di atas, penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam
tiga siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari 4 kegiatan utama, yaitu
pembuatan rencana (plan), pelaksanaan tindakan (action),
pemantauan (observation), dan refleksi (reflection). Pada tahap rencana,
guru peneliti membuat persiapan pada pusat gugus. Di sini, semua kegiatan yang
akan dilaksanakan dimatangkan serta ditentukan alat yang digunakan untuk
memantau tindakan yang dilakukan pada tahap tindakan, guru peneliti menyajikan
pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. Bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan, guru peneliti yang lain melakukan pemantauan dengan
menggunakan cara yang telah disepakati diwaktu tahap perencanaan. Hasil
pemantauan ini kemudian direfleksikan secara bersama untuk melihat kelebihan
dan kekurangan yang digunakan untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.
Instrumen Penelitian
Untuk
mendapatkan data penelitian yang valid dan dapat dipertanggung-jawabkan, dalam
penelitian ini digunakan beberapa instrument pembantu, seperti: lembar
observasi, lembar catatan lapangan dan lembar hasil tes siswa.
HASIL PENELITIAN
Partisipasi Siswa
di Kelas
Pada
siklus I, materi yang di bahas berhubungan dengan teknologi ringan, alat rumah
sakit, dan alat elektronik. Siklus I ini dilakukan dalam 4 kali pertemuan atau
selama 2 minggu, yaitu pada minggu kedua dan minggu ke tiga di bulan Agustus
2002.
Guru
yang tampil sebagai pelaksana tindakan penelitian, menulis topik pelajaran dan
membuat tabel KWL di papan tulis. Kemudian guru menanyakan pada siswa hal-hal
yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan menuliskannya pada kolom (K).
Selanjutnya guru menanyakan hal-hal yang ingin diketahui siswa tentang topik
tersebut dan menuliskannya pada kolom (W). Sedangkan hal-hal yang ingin
diketahui siswa bisa berupa pernyataan atau pertanyaan. Kemudian, guru meminta
siswa membaca wacana yang diberikan, dan membimbing seperlunya. Akhirnya siswa
diminta mengemukakan semua yang mereka dapatkan setelah membaca wacana yang
diberikan. Semua jawaban siswa tersebut ditulis dalam kolom (L) dan ini
merupakan hasil dan kesimpulan dari proses pembelajaran saat itu. Pada akhir
kegiatan, siswa diberi permainan bahasa yang berhubungan dengan topik, antar
lain: menerka sebuah gambar setelah disebutkan ciri-ciri gambar sebelumnya,
membuat kata berdasarkan huruf yang sudah ditentukan, dan bermain peran.
Hasil
pemantauan pada siklus I menunjukkan bahwa telah ada perubahan perilaku siswa,
namun sebagian besar siswa masih canggung dan merasa malu untuk berbicara
terutama pada mereka yang tergolong siswa yang berkemampuan rendah. Mereka
sulit untuk mengeluarkan ide atau tanggapan karena mereka merasa kalah bersaing
dengan anak yang pintar. Pada siklus I ini siswa yang bertanya baru 12.5%,
menjawab pertanyaan guru 20%, dan memberikan tanggapan 9%. Itu pun hanya siswa
yang tergolong pintar.
Berdasarkan
refeksi terhadap kegiatan siklus I, maka dibuat rencana tindakan untuk siklus
II, yaitu memberikan kesempatan pada anak yang berkemampuan rendah, dengan diberikan
pertanyaan pemandu oleh guru agar siswa terpancing untuk memberikan tanggapan
atau pertanyaan.
Pada
siklus II ini, materi yang dibahas adalah tentang perjalanan wisata.
Kegiatan siklus ini juga berlangsung selama 2 minggu dengan 4 kali pertemuan,
yakni minggu keempat bulan Agustus dan minggu pertama bulan September 2002.
Kegiatan utama pada siklus II ini sama dengan kegiatan pada siklus 1. Namun,
sebelum pembelajaran dimulai, guru peneliti mencoba memotivasi siswa dengan
pertanyaan pemandu untuk memberi penguatan pada siswa agar tidak merasa malu
dalam mengeluarkan ide atau tanggapan terhadap topik yang akan dipelajari. Hal
ini terutama ditujukan pada anak yang tergolong berkemampuan rendah. Di samping
itu, dilakukan penambahan waktu
pembelajaran karena mereka lambat dalam menyusun kata yang akan disampaikan.
Pada
siklus ini, guru peneliti tidak hanya memberikan kesempatan pada siswa yang
aktif saja, tapi membagi kesempatan kepada siswa yang kurang aktif dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan pemandu. Kalau mereka belum mampu mengemukakan
ide seluruhnya dalam bahasa Inggris, mereka diberi kelonggaran untuk
menggunakan sebagian kata yang memang sulit dalam bahasa Indonesia. Di akhir
kegiatan juga diadakan permainan bebas yang relevan dangan topic pembelajaran.
Hasil
pemantauan teman sejawat pada siklus ini menunjukkan bahwa partisipasi siswa
semakin tinggi. Siswa yang lemah pun sudah mau mengeluarkan ide, tanggapan,
atau pun pendapatnya tentang topik. Namun perubahannya belum begitu menonjol. Pada
sikius II ini, tercatat siswa yang bertanya 15%, menjawab pertanyaan 24,5%, dan
memberikan tanggapan 9,8%. Berdasarkan reflekasi pada siklus ini, tim peneliti
menyusun rencana tindakan untuk siklus III.
Pada siklus III ini, materi yang di sajikan
berhubungan dengan kebudayaan, yaitu: rumah tradisionai, cerita rakyat,
dan upacara adat. Siklus ini juga berlangsung selama 2 minggu
dengan 4 kali perternuan, yaitu minggu kedua dan ketiga bulan September 2002.
Bentuk kegiatan pada siklus ini sama dengan siklus sebelumnya.
Pada
proses pembelajaran di siklus III ini, siswa nampak lebih antusias, mereka
telah berani mengungkapkan ide-ide atau pertanyaan yang ada sesuai dengan yang
diminta oleh teknik KWL. Dari hasil pengamatan dari siklus III ini, anak yang
aktif bertanya 20,8%, menjawab pertanyaan 26,5%, dan yang memberikan tanggapan
15%. Siswa yang mau berbicara tidak hanya di dominasi oleh siswa yang pandai
saja. Siswa yang pada awalnya tampak pasif pada siklus ini telah tampak aktif
untuk bertanya, menjawab, dan menanggapi. Pada saat diadakan permainan,
anak-anak antusias untuk berpartisipasi. Secara keseluruhan, pertisipasi siswa
dalam proses pembelajaran pada masing-masing siklus dapat dilihat pada Tabel 2.
TABEL 2.
PARTISIPASI SISWA DI KELAS
PARTISIPASI SISWA DI KELAS
No.
|
Aspek yang diamati
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus III
|
1.
|
Bertanya |
12,5 % |
15,4 % |
20,8 %
|
2.
|
Menjawab |
20 % |
24,5 % |
26,5 %
|
3.
|
Menanggapi |
9 % |
9,8 % |
15,1 %
|
TABEL
3.
TINGKAT PENCAPAIAN HASIL BELAJAR
SEBELUM DAN SESUDAH SIKLUS DILAKUKAN
TINGKAT PENCAPAIAN HASIL BELAJAR
SEBELUM DAN SESUDAH SIKLUS DILAKUKAN
No.
|
Aspek yang diamati
|
Sebelum Suklus
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus III
|
1.
|
Rata-rata ulangan harian |
4,2
|
4,9
|
5,6
|
6,1
|
2.
|
Persentase ketuntasan belajar |
3,3
|
4,5
|
5,2
|
5,7
|
Tabel
2 di atas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan siswa mulai dari
siklus I, siklus II dan sikius III pada aspek bertanya, menjawab, dan
menanggapi.
Hasil Ulangan
Siswa
Hasil
ulangan yang diberikan kepada siswa juga menunjukkan kemajuan dari siklus ke
siklus. Hasil rata-rata nilai harian pada siklus I adalah 4,9 dengan persentase
ketuntasan belajar 45%. Pada siklus II, nilai harian naik menjadi 5,6 dengan
ketuntasan belajar 53%. Sedangkan pada siklus III, nilai ulangan harian naik
menjadi 6,1 dengan ketuntasan hasil
belajar 57%.
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris dengan
menggunakan teknik KWL dan permainan bahasa dapat meningkatkan kemampuan
berbicara siswa.
SIMPULAN DAN
SARAN
Simpulan
1.
Teknik KWL dan permainan bahasa dapat
meningkatkan partisipasi siswa di kelas apabila guru memberikan kesempatan dan
bimbingan pada seluruh siswa.
2.
Hasil ulangan harian siswa yang diajarkan
dengan menggunakan teknik KWL dan
3.
permainan bahasa lebih baik dan persentase
ketuntasan belajar siswa juga lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajarkan
tidak menggunakan teknik KWL.
Saran-Saran
1.
Pendekatan teknik KWL dan permainan bahasa
dapat di gunakan dalam proses belajar mengajar sebagai altematif untuk
meningkatkan partisipasi berbicara dan membuat pembelajaran lebih efektif dan
menarik.
2.
Guru mata pelajaran bahasa Inggris harus
kreatif dan inovatif dalam mempersiapkan pembelajaran supaya hasil pembelajaran
lebih meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Octarina, D. 2001. Interactive activities
as the way to improve EFL learners' speaking
abilities. Makalah Tugas Akhir S1 - Padang: UNP Padang.
2)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1999. Suplemen
GBPP. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
3)
Novia, T. 2002. Strategy to improve
student's ability in speaking. Makalah Tugas Akhir S1.
Padang: UNP Padang.
4)
Wright and Backy. 1984. Language art: Content
and strategies. London: Longman.
---------------------------------
*) Jafrizal adalah Guru Bahasa Inggris
SLTPN 2 Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.
Sumber
: Buletin Pelangi Pendidikan (Buletin Peningkatan Mutu Pendidikan SLTP ) Volume
6 No. 1 Tahun 2003.
dan www.pakguruonline.pendidikan.net
0 komentar:
Posting Komentar